PLTU Jawa 9 dan 10 dibangun dekat dengan PLTU 1-7 di Suralaya, Banten. Kawasan pembangkit listrik tenaga uap ini terletak jauh dari pemukiman penduduk dan bukan merupakan daerah pertanian. Kondisi tanah datar yang berada di antara perbukitan dan laut dalam menjadikannya sebagai pilihan lokasi strategis.
Menurut hasil studi kelayakan, Suralaya dianggap paling layak untuk dibangun pembangkit listrik skala besar dibandingkan dengan kawasan lain. Jaraknya yang dekat dengan pantai laut dalam memungkinkan pasokan bahan bakar yaitu batu bara yang berasal dari Sumatera atau Kalimantan dapat mendarat dengan aman.
Kondisi Lingkungan PLTU 9 dan 10
Keterangan pada peta Google menunjukkan bahwa PLTU Jawa 9 dan 10 dibangun tidak jauh dan masih satu Kawasan dengan PLTU Jawa 1-7. Sementara PLTU 8 dibangun di Muara Enim, Sumatera Selatan. Penentuan daerah Suralaya sudah melalui banyak pertimbangan dan dianggap paling ideal, demikian dilansir DetikEkonomi.
Posisinya yang berada di ujung Pulau Jawa, dengan kondisi tanah stabil dan dekat dengan laut dianggap sangat strategis untuk membangkitkan energi listrik skala besar. Selain itu, tidak banyak penduduk yang mendiami daerah tersebut sebelum PLTU dibangun, karena kawasan tersebut bukan lahan pertanian yang produktif.
Posisinya yang dekat dengan pantai dan laut dalam memungkinkan kapal besar pengangkut batu bara dapat mendarat dengan baik di dekat lokasi pembangkit listrik. Sampai saat ini, batu bara masih menjadi bahan bakar utama untuk pembangkit listrik, terutama PLTU Jawa 9 dan 10.
Dampak Lingkungan PLTU yang Minim Polusi
Secara teori dan berdasarkan pengalaman sebelumnya, pembangkit listrik berskala besar dapat berdampak pada lingkungan sekitar. Beberapa polusi yang mungkin dihasilkan oleh mesin pembangkit listrik besar adalah polusi suara, udara, dan pencemaran lingkungan. Apakah pembangkit listrik sebagai salah satu proyek nasional ini juga demikian?
-
Dampak suara yang minim karena jauh dari pemukiman
Umumnya pabrik di lingkungan industri dengan bahan bakar utama batu bara menghasilkan suara yang bising dan mengganggu. Apalagi untuk pembangkit listrik skala besar, mesin tidak akan berhenti selama 24 jam sehari dan 7 hari dalam sepekan kecuali ada kondisi tertentu.
Karena untuk mencapai kapasitas energi maksimal, mesin tidak bisa langsung bekerja sesaat setelah dinyalakan. Butuh waktu minimal 8 jam untuk menghasilkan uap maksimal yang bisa memutar turbin. Untuk menghasilkan daya listrik maksimal dibutuhkan waktu yang lebih panjang lagi hingga maksimal 24 jam.
Mesin pembangkit yang menyala terus menerus dapat menjadi sumber polusi suara jika terlalu dekat dengan daerah pemukiman. Akan tetapi pembangunan PLTU Jawa 9 dan 10 ini cukup jauh dari pemukiman penduduk sehingga dinilai aman dan tidak mengganggu.
-
Teknologi tanpa polusi
Setiap mesin skala besar yang menggunakan batu bara sebagai bahan bakar cenderung menghasilkan polusi udara berupa asap dan debu yang mengganggu. Para pemegang kendali proyek PLTU 9 dan 10 menegaskan bahwa pembangunan pembangkit listrik terbaru menggunakan teknologi Ultra SuperCritical (USC) sebagai upaya pemeliharaan lingkungan dan menekan angka emisi pencemaran.
-
Minim pencemaran lingkungan
Dampak pencemaran dari pembangkit listrik skala besar yang menggunakan batu bara sebagai bahan bakar memang tidak sederhana. Selain polusi udara dan lingkungan, jangka panjang polusi tersebut menimbulkan efek rumah kaca yang menjadi akar penyebab pemanasan global.
PLTU Jawa 9 dan 10 menggunakan teknologi Flue Gas Desulfurization yang bertugas menurunkan angka emisi SOx. Selain itu, Emission Control System (ECS) terlengkap juga digunakan untuk menjaga lingkungan tetap aman dengan keberadaan pembangkit listrik.